Pembukuan Keuangan


 

Pencatatan / Pembukuan Keuangan

KULIAH TELEGRAM RCC @pagarinusantara
Oleh: Ustadz Irman ( Bendahara Umum RCC) 
Rabbii zidni ‘ilman warzuqni fahman.
Aku memohon kepada Alloh agar berkenan menambahkan ilmu yang bermanfaat dan menganugerahkan pemahaman atas ilmu tersebut.

Alhamdulillah Alloh memberi kita nikmat waktu untuk berkumpul dan berbagi malam ini

Malam ini kita akan berbagi tentang hal yang sering luput dari prioritas keseharian kita, yang membuat kita tak menyadari telah terjebak pada situasi ‘besar pasak daripada tiang’, yang menjadi salah satu mata rantai riba. Dimana saat hasrat gaya hidup yang bertopang pada hutang riba terlanjur mendominasi pengeluaran kita.

Apakah itu?
Ialah pencatatan atau pembukuan keuangan, yang kita banyak lalai terhadapnya.

Kelalaian ini menjangkiti individu dan bahkan bisnis.
Bagaimana Islam memandang hal ini?

Dalam satu ayat terpanjang dalam Al qur’an, yang akan dikutip sebagiannya di bawah ini;

 QS. Al-Baqarah: 282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Alloh mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Alloh Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mendiktekan, maka hendaklah walinya membantu mendiktekan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu)….” dst

Berikut hal yang harus kita amalkan:
1. Tulis dengan benar
2. Rinci dengan jujur
3. Hadirkan saksi, yang berfungsi sebagai controller atau audit

Meskipun ayat di atas spesifik menyebutkan urusan utang piutang, tetapi ini sangat relevan untuk seluruh aktivitas dan transaksi keuangan, termasuk dalam rumah tangga, organisasi non-profit, dan entitas bisnis.

Mari kita bahas secara singkat satu demi satu.

Untuk point pertama, Tulis dengan Benar, mulailah dengan mengidentifikasi antara penerimaan dan pengeluaran, lanjut dengan mana kebutuhan, mana keinginan. Harta dan hutang/kewajiban. Lalu pisahkan diantara keduanya.

Ada yang tersipu malu dengan paragraf diatas?

Contoh nyata bagaimana banyak orang melakukan kesalahan yang berakibat fatal:

  1. Memperlakukan kartu kredit sebagai sumber penghasilan. Berapa banyak orang yang bangga memiliki seabrek kartu riba ini, menganggapnya sebagai penghasilan diterima dimuka, lalu belanja semaunya, tidak dicatat pula, lalu tertekan di akhir bulannya dan saat siklus penagihannya?
  2. Tidak memisahkan harta dan hutang pribadi dengan harta dan hutang perusahaan/bisnis. Banyak individu dan bisnis rontok karena tidak disiplin dalam hal ini sejak dini.

Point kedua, Rincilah dengan Jujur. Serinci mungkin dan tidak ada yang disembunyikan. Apa saja yang menjadi harta, apa saja yang menjadi hutang, apa saja yang menjadi modal/ekuitas (khususnya dalam organisasi atau bisnis).

Janganlah tertipu. Kekayaan bersih kita sejatinya adalah selisih antara harta dan hutang.

Point ketiga, Hadirkan Saksi. Jangan biarkan kondisi seperti ini: si A yang menerima uang, dia juga yang mengeluarkan uang, pencatatnya juga dia, dan tidak ada yang mengawasi atau menyaksikan. Bahasa populernya: Dia lagi, dia lagi.

Siap mengamalkan ketiga hal diatas?

Dalam level rumah tangga, suami dan istri harus saling mengawasi. Bila istri yang mencatat, maka suami yang memeriksa. Demikian sebaliknya.

Kira-kira, mungkinkah keuangan bisa di-manage dengan baik tanpa adanya pencatatan atau pembukuan?

Jawabannya kita sudah sama-sama faham.

Bagaimana sih pembukuan keuangan yang baik?

Tidak harus rumit. Sederhana saja tetapi jelas dan mudah dimengerti. Berbeda halnya untuk badan hukum/badan usaha dalam industri yang spesifik, dimana aktivitasnya diatur oleh perundangan dan pembukuan transaksi keuangannya diatur dalam standar akuntnsi keuangan (SAK).

Malam ini kita bahas yang ringan-ringan saja ya?

Begini langkah sederhananya:

  1. Buatlah kolom-kolom yang terdiri dari Tanggal, Transaksi, Debet, Kredit, dan Keterangan
  2. Harta dan penambahan atas harta yang berasal dari penerimaan dicatat di sisi debet.
  3. Hutang dan pengurangan atas harta yang berasal dari pengeluaran dicatat di sisi kredit.
    Saya yakin sudah banyak yang menerapkan. Anggap saja sebagai refreshment ya..
  4. Catatlah segera setelah transaksi terjadi, agar tidak terlanjur menumpuk dan malah lupa. Buat jurnal transaksi untuk memudahkan alur penyiapan laporan keuangan.
  5. Prinsip penting dalam jurnal transaksi: Keseimbangan (balance), dimana setiap ada yang dicatat di sisi debet maka disaat yang sama ada yang dicatat di sisi kredit.Misal:  
    Beli rumah secara cash: Rumah (Debet; karena harta bertambah), Cash (Kredit; karena berkurang) 
    Beli rumah secara kredit: Rumah (Debet; karena harta bertambah), Hutang (Kredit; karena bertambah)
  6. Jangan lupa untuk meng-update saldo setiap kali ada mutasi. Ini sangat penting untuk menghindari kondisi ‘melongo takjub’ karena saldo sudah minim sementara pengeluaran masih mengantri.
  7. Bakukan perlakuan pencatatan atas transaksi yang serupa (ini mendasar untuk pembukuan dalam level organisasi)
  8. Langkah-langkah diatas bisa dilakukan dengan menggunakan buku berlajur berbentuk fisik ataupun Microsoft Excel.
  9. Selamat mencoba!


Set laporan keuangan untuk rumah tangga dan organisasi non-profit:
1. Buku Kas (penerimaan dan pengeluaran Uang)
2. Laporan Neraca (rincian harta, hutang, kekayaan bersih*)
3. Laporan saldo dana (untuk organisasi non-profit)
*) kekayaan bersih = harta - hutang

Set laporan keuangan standar untuk perusahaan/badan usaha:
1. Laporan Laba Rugi (hasil usaha)
2. Laporan Neraca (rincian harta, hutang, modal)
3. Arus Kas (penerimaan dan pengeluaran uang)

Demikian pengantar yang bisa saya sampaikan malam ini.

Insya Alloh kita bahas yang lebih rinci di lain kesempatan.

TANYA JAWAB KULGRAM

Pertanyaan 1:
Mengenai pencatatan keuangan rmh tgga, kalau suami hanya memberikan sesuai kebutuhan rmh tgga, padahal gajinya lbh dari itu,
misal gaji suami 10jt dan kebutuhan rmh tgga, keb. istri, hadiah, sekolah anak, transport kerja dll total 6 jt,
apakah dibenarkan suami memberi 6jt saja lalu sisanya disimpan sendiri, tdk masuk lap keuangan rmh tgga?

Pertanyaan 2:
Assalamualaikum, apa rumah yg ada, cara hitung asetnya seharga saat itu atau estimasi, karena harga bisa berubah2 ??

Pertanyaan3:
Apakah aset baik tetap maupun aset bergerak harus disusutkan dlm laporan keuangan rmh tgga?

Pertanyaan 4:
kami sdh mbuat pembukuan berkala tp tdk kontinyu hnya skedar utk kontrol pola pengeluaran rumahtangga. dan mbuat rencana tabungan jangka panjang. mohon koreksinya pak.


Pertanyaan 5:
apabila pendapatan setiap bulan tdk menentu, sedangkan hutang jelas cicilan jumlah nya setia bulan, apa perlu dirata2 dalam jangka 6 bulan. Yang ditanyakan pencatatan pada debit.??

JAWABAN TANYA JAWAB KULGRAM


1. Sahabat Muawiyah Bin Haidah Bin Mu'awiyah Bin Ka'ab Al-Qusyairy ra. Ia Berkata : Saya bertanya " Ya Rasulullah apakah hak seorang istri yang harus dipenuhi suaminya ?", Rasulullah SAW menjawab : "1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan 2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian 3. Janganlah engkau memukul wajahnya 4. Janganlah engkau menjelek-jelekkannya,dan 5. Janganlah engkau meninggalkannya melainkan didalam rumah(jangan berpisah tempat tidur        melainkan didalam rumah)" (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Al Baghawi, An Nasa'i. Hadist ini dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi, Ibnu Hibban)

Seorang suami tentu saja wajib memberikan nafkah kepada istri dan anak2nya, namun ia juga berhak untuk menggunakannya untuk keperluan pribadi, orang tua, dan ummat

Bila gajinya Rp 10 juta, maka dicatat dalam pembukuan rumah tangga sebesar Rp 10 juta, dimana Rp 4 juta yang tidak diberikan kepada istri dicatat sebagai simpanan suami.

Bila suami berlaku bakhil atau zhalim sampai tidak memberikan hak mendasar dari istri dan anak2nya, Islam membenarkan untuk mengambilnya baik dengan berterus terang maupun sembunyi-sembunyi. Wallohu a'lam

2. Prinsip akuntansinya, harta tetap (mis: rumah, kendaraan, peralatan) dinilai sebesar harga perolehannya. Namun untuk keperluan likuiditas, apalagi untuk menilai kemampuan membayar hutang, gunakanlah harga pasarnya.

3. Dalam laporan keuangan rumah tangga, asset tetap dan tak bergerak sebaiknya dicatat penyusutannya, namun cara menyusutkannya berbeda dengan pencatatan komersil. Bila pencatatan komersil menggunakan metode pencatatan yang seragam atas seluruh assetnya, maka untuk rumah tangga sebaiknya penyusutan dihitung dengan kelaziman nilainya. Misalnya: untuk mobil penyusutannya bisa menggunakan kelaziman penurunan nilai 100%: 80%: 70%: 70% (berarti penyusutan thn pertama adalah 20%, kemudian berkurang 10% di tahun kedua, dan tidak disusutkan di tahun ketiga). Mengapa? Karena keuangan rumah tangga tidak perlu mengakui laba/rugi atas penjualan asset tetap, misalnya.

Perlu dicatat, khusus untuk tanah tidak dilakukan penyusutan. Faktanya, nilai tanah terus naik tiap tahunnya.

4. Bila penerimaan dan pengeluarannya sdh terpola dengan deviasi yang rendah, insya Alloh tidak mengapa.

5.
1. Catat sesuai apa adanya.
2. Utk keperluan proyeksi cash flow ke depan, rata2 enam bulanan insya Alloh memadai.
3. Pendapatan dicatat di sisi debet, cicilan hutang di sisi kredit.

Comments